Samudra Biru _ Pukul 03.00 rabu dini hari jelang sahur (1/8/12) aku terbangun dari lelap, selimut tebal yang ku kenakan rasanya tidak mampu mengekalkan raga. Cuaca dingin yang sangat seperti menyeruak hingga membuat gigil tulang-tulangku.
"Coba nanti kamu perhatikan kalau memasuki puncak bulan kemarau, cuacanya akan sangat dingin sekali", teringat akan kata-kata ibu mertuaku beberapa waktu yang telah lalu. Ternyata apa yang disampaikan beliau benar adanya.
Memasuki bulan Agustus di daerah Wonosobo cuaca sangat dingin, bahkan di siang bolong pun hawa dingin seperti enggan beranjak meski matahari sedang bunting sekalipun. Cuaca yang dingin diperkirakan puncaknya jatuh pada pertengahan hingga akhir bulan Agustus ini.
Aku jadi teringat beberapa waktu yang telah lalu acapkali tiba-tiba terlihat kabut yang sering turun seperti mengurung daerah kami. Jika sudah begitu jarak pandang kita dapat terganggu.
foto: samudrabirucinta.blogspot.com |
Bertempat tinggal diantara lereng gunung sindoro dan gunung sumbing, menjadikan daerah wonosobo merupakan salah satu kota dengan ketinggian diatas rata-rata kota lainnya di indonesia.
Geografisnya yang pegunungan, dengan ketinggian antara 250 - 2.250 meter dpl. Sedang di daerah kami Kec. Kertek, Wonosobo rata-rata ketinggian 700 - 1.150 meter dpl. (laman wikipedia)
Yang menarik dari perubahan cuaca pada musim kemarau ini adalah fenomena yang terjadi di dataran tinggi Dieng yaitu fenomena embun salju atau orang sekitar sering menyebutnya "embun upas". Disebut embun salju karena embun tersebut membeku dan menempal pada pucuk-pucuk dedaunan dan rerumputan. Putih membentang, menghampar disepanjang lahan dan padang ilalang.
Pemandangan yang cukup langka ini terjadi diantara bulan Agustus - September. Sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi Anda yang hendak menyaksikannya. Bagi yang belum pernah melihat salju barangkali dengan datang ke dataran tinggi Dieng di bulan tersebut dapat menjumpai embun bersalju.
Fenomena dibalik pesona embun salju di Dieng yang mengagumkan ini bukan berarti tidak berdampak buruk. Bagi para petani terutama petani kentang dengan adanya embun salaju atau embun upas ini merupakan sebuah ujian tersendiri. Pasalnya tanaman kentang tidak tahan dengan embun salju makanya orang sekitar menyebutnya embun upas (racun) karena tanaman kentang bisa layu, mebusuk dan mati.
Namun terlepas dari itu "Menikmati Pesona Embun Salju di Dieng" dimusim kemarau ini merupakan keasyikan tersendiri. Bagi penduduk di dataran tinggi Dieng fenomena semacam ini sudah biasa. Menurut mereka pada siang hari suhu mencapai 22-24 derajat celcius. Sedang pada malam hari suhu bisa mendekati minus 5 derajat celcius. Sedang puncak beku terjadi antara pukul 02.00 dini hari sampai 06.00 pagi hari.
Jadi flash back, dulu aku pernah memiliki impian tinggal di kota yang berhawa dingin dan sejuk ternyata Tuhan mendengar dan mengabulkannya. :) (by_an)
foto: pesonadieng.com |
foto: pesonadieng.com |
foto: pesonadieng.com |
foto: pesonadieng.com |
foto: suaramerdeka.com |
It's amazing,.
Jadi pengen ke Dieng lagi,.
Berita yg menarik.... kalau ada waktu pingin kesana.....
ada fenomena macam itu juga ya??
hmmm jadi pingin ke dieng,, nic info lah..
Emaculata: silahkan :D
agunx: segera ke tkp gan :)