perempuan berstempel
mengulang-ulang sejarah
senyum mengembang menarik para kumbang
kumbang marah mengoyak tangkaimu yang rapuh
tubuhmu berstempel
membalut rekat gesturmu
dengan manikmanik palsu menancap pori
: buka saja mahkota yang engkau lindungi agar tak menyakiti para Utusan
tak menyadari cerminmu retak
kerna tak pernah engkau sentuh
teronggok di fana duniamu yang gaduh!
: membuai mata perindu lelaki perlente hamburkan nafsu
sungguh dirimu sulit dibuat tenang
selalu bergoyanggoyang meliukkan tubuh,
sekalipun kitab suci di atas kepala
bagaimana lagi?
baru saja aku jejakkan kakiku yang lelah di kota sunyiku
jemarimu yang telah aku basuh air kerinduan yang dalam,
menampar tanpa salam.
bukankah sudah kubunuh malam kelam untukmu?
bukankah sudah kuhunus pisau Bismillahku?
bukankah sudah kuseduh hangat Hati ini?
tanpa perlu memandang langit, kerna ku percaya
diantara dindingdinding sekat yang berbisik itu?
aku mengiris, mengoyak, menyobek, membelah langit malam-malammu yang sepi!
yang telah menguras tangis sedihmu
di sepanjang siang dan malammalammu
kututup wajahmu yang sayu
dengan tatap penuh harap
kita meramu gelegak rindu
melukis tentang keadaan
tentang engkau dan aku yang kadang terpaku
memandang potret kehidupan yang mengurung pikir
ketahuilah hidup ini kekasih? akumulasi gerak pilihan Hati
dari titik hingga ke titik berbedabeda arti
: kerna kita hidup!
kontruksi cintaku sedang kubangun peradaban baru
kokoh, tidak rapuh
merengkuh kerna teduh.
ku bangun kembali kerinduan ini dengan peluh
berharap kita menyentuh tuai pada waktunya
ada doa dalam tiap hembusan nafas
tentang peta kita
diantara langkah yang lelah
: menempuh kayuh berirama hendaknya.
bagaimana lagi?
selain terus berjalan.
atawa berhenti?
engkau kembali mengerami sepi
hanya berkawan linangan, basahi matamu yang menghitam
menunggu Sang Kekasih-MU datang,
menagih janji?
lelaki tak berstempel
lelaki berkelahi sesama lelaki
jika menemu lelaki berseteru tangan dengan wanita!
dia lelaki;
tak berstempel Sejati
prasasti cinta
mencipta prasasti cinta di atas lembaran
mengeja satu dua kata di jeda senja
membungkus dengan doa malam
: di jemur di bawah rembulan
aku
saat aku terdiam
bukan sembunyikan kata cinta tentangmu
saat aku tenang
bukan diselimuti rasa kalut tentang hidup
saat aku merenung
bukan dilanda bingung tentang maut
aku adalah aku;
dengan segala dayaku, ku percayai
ku pertanggungjawabkan!
bermain peta masa depan di bentang masa
bersahabat sengat sinar matahari
pun temaram cahaya bulan di sepertiga malam
: melukis laku ku juga kamu
kritik
nama yang belagu;
aku cium engkau,
sebelum ku tendang keluar dari pintu.
embun pagi
ada embun kesiangan
terperangkap,
pada malam pertama
: pengantin baru
ibu
aku rindu ...
ibu aku dendangkan lagu-lagu
di atas sajadah yang engkau tinggal
ku tengadah
pejalan sunyi
aku pejalan sunyi
di tanda alam mencari arti
mengurai tiap denting
di sudut sudut malam
aku pejalan sunyi
melalui kata kalimat
memotret lekuk hidup
lewat kamera mata hati
aku pejalan sunyi
melangkah di gemerlap dunia
yang kian mengurung relung
tentang keadaan dan keberadaan
aku pejalan sunyi
menyulam angan di malam
diantara rimbun dunia
menghampar melendang
penyerupa
pada penyatuan dua hati, ada asma Tuhan
Dia menjadi pengingat, jika di sepanjang jalan yang dilewati
menemu onak
bersembunyi di rimbun semak
wahai penyerupa dunia
permainan topengmu?
cukup sudah!
mengoyak jalinan damai
yang terpeta sekian masa di hati
jangan kau bajak janji janji Illahi
yang terucap di atas kitab suci
aku mengingatkan!
lakumu yang kian meninggi
melawan tautan hati insani
saksi langit bumi
pena biruku bernyawa di ujungnya
gelegak tintanya hendak meruap,
jika engkau tebarkan rasa risau
katakata penaku menggores
tamat!
candi kata
aku persembahkan candi kata-kataku
setelahnya, bermainlah dengan diamdiam
cukup engkau, aku, Tuhan yang tahu
malam semu
Ibu aku menemu malam semu
tapi aku akan tetap kirimkan doa
sebagaimana malam malam yang telah lalu
tembang malam
berirama
mengalun tenang,
nyayian tembang siang ke senja
meredup
runduk
menemaram
leram
berdzikir
di malam
senyummu
meramu, tiap kenangan bersamamu
sewarna, merupa pelangi pelangi
setelah hujan senja terhenti
siluetnya melukis,
senyummu
puisi sederhana pengisi jeda
hanyalah puisi yang tiarap di meja
berhari hari tak kusentuh hingga berdebu
merayap kata satusatu ku eja aksara demi aksara
meluapkan rasa yang kian mengurung tiap harinya
hanyalah puisi yang tak berarti
melalui goresan tinta yang telah habis di telan masa
terbaca dengan mengeryitkan dahi, di tiap larik kata kalimat
kerna sejatinya aku juga tidak mengerti apa yang aku lukis?
hanyalah puisi yang terlahir dari rahim
meruap begitu saja tanpa permisi di benak dan otak
mengajak berdansa menari di setiap paragraf-paragraf
mengisi harihari yang kadang datang penat yang sangat
ya! hanyalah puisi yang mengisi di tiap hari
engkau tahu kawan?
serupa larikan ini
engkau hadir tawarkan dahaga
saat lelah terbang mengelana
tanpa tujuan
hinggap di pucukpucuk cendawan
pun bungabunga mawar berduri
hitam terbakar matahari
engkau suguhkan tarian erotis
di setiap penghujung lelapku
hingga pagi berseru
mengajak terbang ke langit biru
camarpun cemburu kepakanmu
yang cantik itu
mengupas buah di sepertiga malam
di sepertiga malam
saat keheningan
ditawarkan
ku ambil pisau di lipatan hati
ku kupas buah yang tumbuh,
di sepanjang hari
buah ranum, buah matang, buah busuk!
pisau tajamku meliuk
mencari bentuk
membelah
menyayat
menusuk
mengiris
aroma anyir pun meruap
di tengah kesunyian
tanpa dentingan
pun jerit kepedihan
hanya hening bening
luruh menghamba
berserah diri
di segala nista, jelaga daki
yang mengurat lekat
di kehidupan fana
kumbang
hanya puisi kecil yang aku tulis sembari nikmati kopi hangat
di tepi jendela, memandang kumbang yang sedang kebingungan
kembang di taman menghilang, sejak tangantangan angkuh memetik
untuk persembahan dewa dewa, terlihat hanya mengitari pucuk tanpa kelopak
entah sampai kapan, berhenti meraung si kumbang jantan yang malang
apa yang dapat aku perbuat, selain mengabadikan kesedihannya saja
menjadi susunan tata kata kalimat biasa yang meruap di kepala
hingga terbaca dan menikmati kegalauannya yang sangat
ah, kumbang?
ditulis maret, 2010
plin-plan
benakmu melompat serong kanan serong kiri. ketakutan akan jalan yang engkau lukis sendiri. sementara rambu sepanjang jalan yang engkau tempuh penuh gambar erangan nikmat di sana juga di sini.
adakah engkau sadar? mempermainkan Hati? menambah deretan panjang kegelisahan juga kesepian yang tiada berakhir hingga Tamatmu pada Dunia. engkau gambar hidup pajangan di para Lelaki berkantong tebal dan belang. membayarmu untuk dapat memenuhi gaya hidupmu yang nampak sederhana namun Bergoyang goyang di tiup angin malam!
Cintaku seujung kuku
Jangan cintai seseorang setinggi langit, karena langit bisa runtuh
Jangan cintai seseorang sedalam lautan, karena lautan bisa surut
Jangan cintai seseorang sebesar dunia, karena dunia bisa hancur
Tapi, cukup cintai seseorang seujung kuku,
meskipun kecil dan engkau tahu?
bila dipotong dia akan selalu tumbuh
by anto hprastyo
mei 2010
bali
Dindingnya semakin indah penuh warna dan juga kata sarat makna.
saluuut..