Mereka Berangkat Sekolah Sejak Subuh

Samudra Biru - Matahari belum lagi terbit saat Basirah dan Rahmah sudah siap berangkat ke sekolah. Jangan bayangkan perjalanan menuju sekolah seperti yang dilakukan oleh bocah-bocah di kota besar. Melalui halaman samudra biru kita mencoba melongok sebentar ke Polewali Mandar. Mereka berangkat sekolah sejak subuh. Bukit, parit, sungai dan belantara hutan adalah keseharian. Bagaimana kisahnya? kita sejenak simak bersama.

Untuk bisa tiba di sekolah, Basirah dan Rahmah, serta para siswa di Desa Sumarrang, Kecamatan Campalagian, Polewali Mandar, harus berjalan kaki sejauh belasan kilometer sejak subuh, menembus bukit, hutan, dan sungai.

Tak jarang anak-anak ini batal pergi ke sekolah jika sungai meluap dan jalan terputus. Selain itu, karena rute yang jauh, bocah ini pun terpaksa menyiapkan baju ganti dan bekal makanan dan minuman untuk di perjalanan.

Agar perjalanan tidak terasa melelahkan dan menakutkan, siswa memilih berjalan secara berkelompok. Basirah dan Rahmah pun selalu menunggu teman-teman mereka yang juga berjalan kaki ke sekolah. "Saya tunggu teman-teman lain karena saya takut jalan sendiri," ujar Basirah.

Hebatnya, akses jalan dan transportasi antardusun dan desa yang terbatas tak membuat anak-anak dusun ini patah semangat, apalagi berhenti sekolah. Kendati para orangtua hanya hidup sebagai buruh tani dan pembuat gula merah, toh mereka tetap mendorong semangat belajar anak-anak. Terbukti, tak ada satu anak pun yang putus sekolah di desa ini.

Kepala SD 14 Sumarrang Umar menyebutkan, agar siswanya tetap bersemangat sekolah, anak yang datang terlambat tidak diberi sanksi apa pun. Para guru menilai, sanksi malah bisa menurunkan semangat dan motivasi siswa datang ke sekolah.

Kegelisahan mengenai jarak pun tak hanya dialami murid. Umar mengungkapkan harapannya agar pemerintah bisa memberikan bantuan sarana angkutan, seperti kuda, agar aktivitas belajar-mengajar mereka di sekolah tetap bisa berjalan lancar. Maklumlah, tak semua guru, termasuk kepala sekolah, yang ditempatkan di sekolah ini berdomisili di desa yang sama. "Kami terpaksa bolak-balik dan berjalan kaki belasan kilometer ke sekolah setiap hari karena tak ada perumahan guru," katanya.

Warga dusun pun berharap pemerintah bisa membangun jalan desa untuk membuka isolasi desa. Bayangkan saja, warga yang hendak bepergian ke kota, selain berjalan kaki, juga harus menggunakan kuda ke Dusun Galung yang jaraknya sekitar 7 kilometer dari dusun mereka, sebelum naik kendaraan ke kota.


sumber pelengkap: kompas.com

2 comments:

  1. coba uang utk bangun gedung DPR mereka salurkan buat jln ,,pasti anak2 ke sekolah tdk spt itu,...........................

    ReplyDelete
  2. benar juga gan, miris jika mendengar, melihat kesenjangan yang ngaga terlihat :)

    ReplyDelete

Sahabat terima kasih atas kunjungan dan komentarnya, semoga bisa memperkuat tali persahabatan online/offline kita. Blog ini Adalah Waqaf onlineku untuk semua, mohon jikalau ada yang tidak benar diluruskan, bagiku menjadi blogger adalah panggilan jiwa untuk membuka ruang bagi saujana. Hidup untuk memberi; Berilmu Amaliyah, Beramal Ilahiyah, Memberi Merupakan Puncak Kebahagiaan. Semoga manfaat. Salam