Kisah, Pemanjat Pohon Kelapa yang Tuna Netra

Samudra Biru - Hidup adalah pilihan, namun bertahan pada pilihan untuk tetap hidup tidaklah mudah. Kalimat bijak di atas barangkali tepat menggambarkan jalan hidup Alimuddin alias La Kambu (45), yang berliku.

Alimuddin adalah penyandang tuna netra yang berprofesi sebagai pemanjat pohon kelapa di Desa Patangnga, Kecamatan Tellusiattingge, Bone, Sulawesi Selatan. Dia terpaksa menjalankan profesi ini demi untuk menghidupi istri dan empat anaknya yang masih kecil.

Sehari-hari Alimuddin menjalani profesinya sebagai tukang panjat pohon kelapa. Jasanya biasa digunakan oleh para tetangga dan pemilik pohon kelapa di desanya. Jika sepi orderan, dia kerap mengunjungi kebunnya dan memanen pohon kelapanya sendiri untuk dijual di pasar, demi untuk membiayai hidup istri dan ke empat putranya yang masih kecil.

Dengan ditemani sebatang tongkat kayu, Alimuddin nampak tertatih-tatih menelusuri lorong hutan menuju kebunnya untuk memanjat pohon kelapa. Meski kedua matanya tak mampu melihat, namun ketajaman firasatnya mampu membuatnya menentukan pohon kelapa yang mana yang memiliki buah siap panen.

Setelah menentukan pohon kelapa yang tepat untuk dipanen, tanpa ragu Alimuddin langsung memanjat hingga ke ujung pohon dan memilih buah yang baik. Dengan ketajaman firasatnya itu pulalah Alimuddin juga kerap dimintai warga sekitar rumahnya untuk menerawang barang-barang yang hilang atau hewan ternak yang tersesat di hutan.

Tak cukup sampai disitu, setelah satu persatu buah kelapa ia panen dari pohonnya, Alimuddin pun mahir mengupas dan membelah biji kelapa dengan sebilah parang.

Profesi sebagai pemanjat pohon kelapa yang ditekuninya ini sudah berlangsung sejak usianya masih belasan tahun. Biasanya Alimuddin mendapat upah Rp5.000 per batang kelapa.

Hingga kini pekerjaan sebagai tukang panjat pohon masih di tekuninya demi untuk menyambung hidup karena hanya inilah satu satunya keahlian yang ia miliki. Beruntung oleh salah satu kerabatnya Alimuddin diberi sebidang tanah untuk dia tanami pohon kelapa dan pohon cokelat.

Dari pohon kelapa itulah dia bisa panen dan menjual buahnya ke pengepul dengan harga Rp4.200 per kilonya. Jika sedang musim buah Alimuddin hanya bisa mendapatkan 80 hingga 100 kilo per bulan. Begitu juga dengan buah cokelatnya, ia hanya bisa mendapatkan hasil panen 5 kilo per bulan yang kemudian dijual ke pengepul Rp9.300 per kilo.

“Sungguh jauh dari cukup penghasilan yang diperoleh Alimuddin untuk menghidupi keluarganya,” ujar Akmal, kerabat Alimuddin.

Namun apa hendak dikata, hidup tetap harus dijalani. Alimuddin sesungguhnya lahir dengan kondisi tubuh yang sempurna. Namun diusianya yang ke-empat dia menderita sakit campak yang mengakibatkan kedua mengalami kebutaan.

Meski kedua matanya buta namun semengat hidup Alimuddin patut ditiru banyak orang. Hari ini seperti biasanya usai memanen buah kelapa di kebun Alimuddin kembali ke rumah munngilnya dengan disambut oleh istri dan kempat anaknya yang masih kecil. Dari lubuk hati yang terdalam, Alimuddin menaruh sejuta harapan kepada putra-putranya, kelak akan mengangkat derajat keluarganya.

Link kami: http://samudrabirucinta.blogspot.com/2011/04/kisah-pemanjat-pohon-kelapa-yang-tuna.html

No comments:

Post a Comment

Sahabat terima kasih atas kunjungan dan komentarnya, semoga bisa memperkuat tali persahabatan online/offline kita. Blog ini Adalah Waqaf onlineku untuk semua, mohon jikalau ada yang tidak benar diluruskan, bagiku menjadi blogger adalah panggilan jiwa untuk membuka ruang bagi saujana. Hidup untuk memberi; Berilmu Amaliyah, Beramal Ilahiyah, Memberi Merupakan Puncak Kebahagiaan. Semoga manfaat. Salam